Powered By Blogger

12 Oktober 2011

Teori Kekuasaan

Dalam tulisan ini saya akan membahas teori-teori yang terdapat dalam bahan bacaan “A” Level Sociology, A Resource-Based Learning Approach”, yang akan dikelompokkan kepada model-model kekuasaan. Model-Model kekuasaan yang dimaksud adalah: Model Voluntaris, Model Hermeneutic, Model Strukturalis, dan Model PostModernisme. Sedangkan teori-teoeri yang terdapat dalam bahan ialah Teori Elite, Teori Pluralis, dan Teori Rulling Kelas.
Teori Elite membeeri gagasan bahwa dalam suatu negara atau masyarakat terdapat kelompok elit dan kelompok massa. Mosca berpendapat kelompok elit terbagi atas dua kelas yaitu adanya penguasa yang memiliki jumlah yang lebih kecil yang akan mnjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang dibrikan oleh kekuasaan tersebut. Kelompok yang kedua adalah yang dikuasai yaitu kelompok yang jumlahnya lebih besar da dikendalikan oleh kelas penguasa. Selain itu Pareto melihat teori elit merupakan sekelompok kecil individu yang memiliki kualitas-kualitas terbaik yang dapat menjangkau pusat kekuasaan. Melihat penjelasan kekuasaan menurut teori elit maka teori elit dapat digolongkan kedalam Model kekuasaan Strukturalis yang berbasiskan atas pemikrian Karl Marx tentang kelas.
Teori ini digolongkan menjadi model kekuasaan struturalis karena dalam teori elit adanya dua kelas yang terdapat dalam memandang kekuasaan yaitu adanya kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang memerintah adalah orang yang berkuasa yang mampu dan memiliki kecakapan memimpin dan menjalankan kontrol politik, sedangkan kelas yang diperintah merupakan kelas yang dikendalikan oleh kelas yang memerintah. Dalam model kekuasaan strukturalis kelas yang memimpin merupakan individu yang membuat kebijakan dalam pengambilan keputusan untuk mengatur kelompok yang diperintah sesuai dengan kepentingan pribadi. Model kekuasaan strukturalis yang dikemukakan oleh Marx memandang juga melihat ketidakadilan, konflik dan kekuasaan dalam hal struktural, sebagai kelas kesenjangan, konflik kelas, dan kelas dominasi. Adanya pengelompokkan kelas-kelas inilah yang meletakkan Teori Elit dapat digolongkan kedalam model kekuasaan strukturalis.
Teori Pluralis memandang  kekuasaan dipandang diadakan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat (beberapa lebih kuat daripada yang lain) yang bersaing satu dengan yang lain. Teori Pluralis kekuasaan dapat diambil oleh siapa saja karena tidak ada satu kelompok ataupun satu kelas yang mampu mendominasi kelompok lainnya. Hal ini memandang siapa saja bisa memperoleh kekuasaan tergantung bagaimana seseorang tersebut bersaing dalam memperoleh kekuasaan yang ada dalam sebuah negara.
Berdasarkan pemaparan diatas Teori Pluralis ini dapat digolongkan dalam model kekuasaan Hermeneutic. Model kekuasaan hermeneutic memandang kekuasaan sebagai hasil kemenangan atas pertarungan pemaknaan dalam komunitas sosial. Selain itu model kekuasaan hermeneutic memfokuskan pada norma dan simbol yang bervariasi membentuk rasionalitas praktis dari agen sosial. Secara jelas dapat dilihat bahwa teori pluralis digolongkan kedalam model kekuasaan hermeneutic karena  adanya persaingan yang terjadi dalam merebut kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang berbeda dan beragam dalam masyarakat. Perbedaan kelompok berarti membuat adanya perbedaan simbol-simbol atau norma-norma yang ada dalam satu kelompok. Adanya simbol dan norma ini digunakan sebagai pemaknaan dalam merebut kekuasan dalam suatu negara. Bagaimana satu kelompok atau seseorang menggunakan cara-cara untuk mendapatkan kekuasaan melalui simbol atau norma untuk bersaing dengan kelompok yang lain sehingga seseorang dapat mempertahankan kekuasaan ataupun merebut kekuasaan.
Teori Pengelompokkan atau Class Theory memandang bahwa kekuasaan diperoleh dari pengelompokkan kelas. Teori kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx memandang bagaimana hubungan antarmanusia yang terjadi dilihat dari hubungan antara masing-masing terhadap sarana-sarana produksi yaitu dilihat dari usaha berbeda dalam mendapatkan sumber daya yang langka. Dalam teori ini ada pembagian yaitu “Instrumental Marxism dan Strukturalist Marxism”. Marxism instrumental memandang bahwa struktur ekonomi menentukan segalanya dan mempromosikan kelas atas, kelas atau masyarakat dalam marxis instrumental menentukan bagaimana hukum diundangkan, diberlakukan dan apa jenis hukum yang diberikan. Instrument Marxism berpendapat bahwa negara bertindank sesuai dengan perintah dari kelas kapitalis. Hal inilah yang menunjukkan gagasan bahwa proses superstruktur ditentukan oleh basis ekonomi dan adanya korelasi langsung antara kelas daya (pemilik alat produksi) dan kekuasaan negara.
Selain itu ada Strukturalist Marxism yang memandang bahwa institusi-institusi dalam negara menyediakan sarana mereproduksi hubungan kelas dan dominasi kelas dibawah kapitalisme. Teori ini tidak setuju bahwa negara bertindak atas perintah dari kelas kapitalis melainkan atas nama modal. Marxis Struktural pada peran negara sebagai penyelenggara dan mediator dalam hal interaksi antara basis ekonomi dan superstruktur politik dan hukum. Strukturalist Marxis membentuk hukum bukan dengan ekonomi dan status sosial tetapi bagaimana dapat menangani kejahatan oleh banyak faktor (hukum, pendidikan, agama, moralitas). Dalam teori kelas ini, kelas bawah dapat masuk ke atas dan menjadi bagian dari kelas atas karena keras dan sehat.
Berdasarkan pemaparan teori kelas yang diatas maka teori ini dapat digolongkan kedalam model kekuasaan Strukturalis. Dapat digolongkan kedalam model ini karena adanya pembagian kelas berdasarkan basis ekonomi yang dimiliki seseorang. Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan dilihat dari alat-alat produksi yang dimiliki, dengan melihat hal tersebut sesuai pernyataan Lenin dalam Model Strukturalis teori kelas ini digolongkan model tersebut karena didefenisikan sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Basis ekonomi membuat teori ini dikelompokkan dalam model strukturalis karena adanya pembagian kelas yaitu kaum pemilik modal yang hidup dari laba yang didapat. Kepentingan borjuis dan proletar selalu bertentangan, membuat mereka mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap perubahan social. Setiap kelas bertindak sesuai dengan kepentingan yang dimiikinya tanpa melihat kelas yang lain.



30 Agustus 2011

Negara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ditinjau dari sudut hukum tata Negara, Negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tata kerja dari pada alat-alat perlengkapan Negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan Negara itu untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu.
Cobalah ingat kembali ajaran dari aliran atau teori modern, yang antara lain dikemukakan oleh Kranenburg dan Logemann, yang mereka itu pada pokoknya berpendapat sama, dalam arti mereka mengatakan bahwa Negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan. Jadi mereka itu menerima persoalan Negara dan hukum sebagai suatu kenyataan, maka persoalan tentang legitimasi kekuasaan itu juga diterima oleh mereka sebagai persoalan kenyataan pula. Maka terlepas dari pada pendapat apakah Negara itu merupakan suatu organisasi atau merupakan suatu organisme, atau merupakan suatu keluarga, ataukah merupaka suatu alat, yang jelas adalah bahwa Negara di dalamnya ada kekuasaan.
Sehingga jelaslah Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat (kekuasaan penuh, ke dalam dan keluar Negara) dan dengan tata pemerintahannya melaksanakan tata tertib bernegara atas kelompok manusia di suatu daerah tertentu. Organisasi kekuasaan dalam suatu daerah tertentu ini selalu mempunyai tata pemerintahan yang dihormati dan ditaati kelompok masyarakat dalam daerah itu.


1.2  Perumusan Masalah
Adapun masalah yang terkait dengan latar belakang tersebut adalah:
1.     Dari manakah sumber kekuasaan suatu Negara itu diperoleh?
2.     Siapakah yang memegang kekuasaan di suatu Negara?
3.     Bagaimanakah hubungan antara hukum dan kekuasaan?

1.3  Tujuan Penulisan
1.     Agar kita dapat mengetahui secara jelas darimana sumber kekuasaan itu diperoleh.
2.     Agar kita dapat mengetahui siapa pemegang kekuasaan disuatu Negara.
3.     Agar kita dapat mengetahui hubungan antara hukum dan kekuasaan.
4.     Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir semester.










BAB II
I S I

2.1 Negara Memperoleh Kekuasaan
            Dalam Hukum Tata Negara dikenal beberapa teori yang member dasar hukum bagi kekuasaan Negara, yaitu:
a.      Teori Teokrasi
b.     Teori Kekuasaan
c.      Teori Yuridis
Teori-teori itu hendaknya membenarkan adanya kekuasaan negara. Oleh karena itu, dalam kepustakaan teori-teori ini sekaligus dibicarakan bersama-sama dengan arti negara dan tujuan negara. Untuk membenarkan adanya kekuasaan negara biasanya dicari ajaran-ajaran mengenai arti Negara dan kemudian dihubungkan dengan tujuannya. Apa sebabnya negara itu diperintah oleh seorang raja yang menganggap dirinya sebagi Tuhan, sehingga raja itu sama dengan Tuhan. Apa sebabnya negara-negara semacam itu dahulu ada dan apa sebabnya rakyat mematuhi kekuasaan raja itu.
Jawabannya terletak pada arti dan tujuan negara dan kedua-duanya itu berhubungan erat dengan dasar-dasar hukum bagi negara.
Teori Teokrasi dibagi dua bagian yaitu, langsung dan yang tidak langsung.
1.     Teori yang Langsung.
Langsung menunjukkan bahwa yang berkuasa di dalam negara adalah langsung Tuhan. Dan adanya Negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dan adanya Negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Ajaran atau doktrin yang mempersoalkan apakah Negara itu diadakan di atas kehendak raja yang bukan Tuhan yang sebenarnya persoalan ini berpusat pada kepercayaan rakyatnya terhadap rajanya yang disebut sebagai Tuhan, dimaksudkan untuk menanamkan kepercayaan pada rakyatnya dan kepercayaan yang sama itu akan membuat rakyat bersatu menjadi suatu bangsa yang kuat. Di atas seluruhnya itu rajalah yang merupakan alat pemersatu dan untuk itu dia di puja-puja sebagai Tuhan supaya dia tetap berwibawa. Dengan kenyataan tersebut muncul apa yang disebut sebagai teori teokrasi dalam ilmu Negara maksudnya hendak membenarkan adanya Negara yang didirikan atas kehendak Tuhan dan yang diperintah oleh Tuhan sendiri walaupun Tuha itu berwujud sebagai seorang raja.
2.     Teori yang tidak Langsung.
Teori ini disebut tidak langsung karena bukan Tuhan sendiri yang memerintah melainkan raja atas nama Tuhan. Raja memerintah atas kehendak Tuhan sebagai kurnia. Anggapan ini dalam sejarah timbul pada sekumpulan manusia yang merupakan partai konvensional(agama) di negeri belanda. Mereka berpendapat bahwa pada raja belanda serta rakyatnya diletakkan suatu tugas suci sebagai perintah dari Tuhan untuk memakmurkan daerah Hindia Belanda yang pada waktu itu menjadi daerah jajahannya.
Politik Belanda terhadap Hindia Belanda sebagai politik etika yang menimbulkan teori perwalian yang menganggap bahwa pemerintah belanda merupakan wali dari Indonesia. Atas dasar ajaran yang suci itu belanda dapat menjajah Indonesia selama 350 tahun. Dalam hal inilah salah satu contoh teori teokrasi tidak langsung yang hendak membenarkan negara dan kekuasaannya atas dasar pemberian Tuhan.

Teori Kekuasaan dapat diambil dalam ajaran Thomas Hobbes dan Machiavelli. Dalam buku Hobbes yang berjudul Leviathan berbunyi Homo Homini Lupus (manusia sebagai serigala terhadap manusia lainnya) dan Belum Omnium Contra Omnes (perang semua lawan semua). Dalam ajaran itu ia membedakan dua macam status manusia; pertama status naturalis ( kedudukan manusia waktu masih belum ada negara); kedua status Civilis ( kedudukan manusia setelah ada negara sebagai warga negara).
Status naturalis terdapat ketika keadaan masyaraknya kacau karena tidak ada badan atau organisasi yang disebut Negara yang menjaga atau menjamin tata tertib. Keadaan ini kalau dibiarkan terus-menerus akan menimbulkan keadaan hukum kepalan yang artinya siapa yang kuat dia yang berkuasa. Machiaveli juga punya pendapat yang hampir sama dengan Hobbes. Baginya seorang raja harus kuat untuk mengatasi segala kekacauan yang dihadapi dalam Negara. Raja dapat mempergunakan segala alat dan cara yang menguntungkan baginya, kalau perlu boleh melanggar peri kemanusiaan. Intinya machiaveli dan hobbes membenarkan kekuatan Negara itu didasarkan pada kekuatan fisik.
Teori yuridis dibagi tiga golongan :
-        Teori Patriarchaal, yaitu didasarkan pada hukum keluarga.
-        Teori Patrimonial, yaitu didasarkan pada hukum milik.
-        Teori Perjanjian, dikemukakan oleh tiga tokoh terkemuka yaitu Thomas Hobbes, John Locke, J.J Rousseau, mengatakan pengembalian kekuasaan raja pada waktu pemindahan manusia-manusia yang hidup dalam status naturalis kepada status civilis melalui suatu perjanjian masyarakatnya yang memindahkan manusian dari status naturalis ke arah status civilis. Perbedaannya hanya terletak pada isi dan akibatnya.



2.2     Pemegang Kekuasaan di Suatu Negara
Tentang pemegang kekuasaan (kekuasaan tertinggi atau kedaulatan), dan atau memegang di dalam suatu Negara itu. Jadi sebenarnya pertanyaan ini bersifat ganda. Mengapa demikian? Sebab disini yang ditanyakan adalah di dalam Negara itu siapakah yang memegang kekuasan tertinggi atau kedaulatan,di dalamnya tersimpul pula pertanyaan apakah pemiliki jadi berarti pla sumber, dari pada kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tadi. Inilah konsekuensi kedua daripada masalah atau persoalan mengenai legitimasi kekuasaan Negara.
Atau jelasnya sekali lagi siapah yang menjadi sumber pemilik dan sekaligus memegang daripada kekuasaan yang ada di dalam Negara itu. Kedaulatan artinya adalah yang tertinggi di dalam suatu Negara. Dalam UUD 1945 di dalam penjelasannya dikatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan yang tertinggi, tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut kekuasaan tertinggi untuk apa dan bagaimana sifatnya.
Jean Bodin mengatakan bahwa kedaulatan itu adlah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hokum dalam suatu Negara yang sifatnya tungggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi.
            Tetapi perumusan atau tegasnya defenisi kedaulatan dari jean Bodin untuk saat ini tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen. Sebagai akibat dari pada hal itu maka orang lalu mengenal: kedaulatan kedalam dan kedaulatan ke luar. Menurut Jean Bodin kedaulatan ke dalam itu yang memiliki adalah Negara.
            Tadi dikatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Lalu sekarang apakah pengertian daripada istilah kekuasaan itu sendiri. Mengenai ini kiranya dapat diterima adanya pendapat yang mengatakan bahwa kekuasaan itu adalah kemampuan daripada seseorang atau segolongan orang untuk mengubah berbagai-bagai tabiat atau sikap dalam suatu kebiasaan menurut keinginannya dan untuk mencegah perubahan-perubahan akibat atau sikap yang tidak menjadi keinginannya dalam suatu kebiasaan.
            Sekarang persoalannya siapakah yang memiliki kekuasaan itu. Entah kekuasaan itu bersifat mutlak, atau terbatas. Artinya kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara itu yaitu kekuasaan yang bersifat dapat menentukan dalam taraf tertinggi dan terakhir. Dan dalam masalah ini harus diingat kembali apa yang telah ditentukan di atas yaitu bahwa masalah ini sifatnya ganda.Terhadap masalah ini ada beberapa teori yang memberikan jawaban yang masing-masing akan menimbulkan suatu ajaran atau teori yaitu ajaran atau teori kedaulatan.
Menurut Teori Kedaulatan Tuhan bahwa kekuasaan tertinggi itu yang memiliki atau ada pada Tuhan. Menurut Teori Kedaulatan Negara bahwa kekuasaan tertinggi bukan berada pada Tuhan tetapi ada pada negara. Negara dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum, jadi adanya hukum itu karena adanya negara dan tiada satu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara. Menurut Teori Kedaulatan Rakyat kekuasaan tertinggi terdapat pada rakyat. Bahwa semula individu-individu itu dengan melalui prjanjian masyarakat membentuk masyarakat dan kepada masyarakat inilah para individu menyerahkan kekuasaannya yang selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sebenarnya raja mendapatkan kekuasaannya dari individu-individu tersebut.

2.3       Hubungan antara Hukum dan Kekuasaan
Hukum objektif adalah kekuasaan yang bersifat mengatur. Hukum subjektif adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum objektif.
Hukum adalah kekuasaan. Undang-undang dasar negeri Belanda mencakup hak-hak raja dengan nama kekuasaan raja dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menamakan hak-hak orang tua terhadap anak-anaknya kekuasaan orang tua.
Jika tidak demikian bagaimanakah hukum dapat memenuhi tugasnya dalam masyarakat. Tugasnya adalah mengatur tata tertib dan member batas-batas kepada lingkungan-lingkungan kekuasaan perseorangan agar kepentingan-kepentingan mereka yang bertentangan tidak mengakibatkan peperangan segala orang melawan segala orang, sehingga kekuasaan tiap orang terancam dengan kemusnahan, karena walaupun orang bagaimana juga kuatnya namun suatu saat ia akan menjumpai orang yang lebih kuat darinya.
Tatanan tata tertib lingkungan-lingkungan kekuasaan perseorangan dan golongan-golongan dan usaha mempertahankannya denga tiada hal tersebut tak mungkin terdapat pergaulan hidup manusia hanya dapat dilakukan oleh kekuasaan yang lebih kuat dari kekuasaan segala individu atau segala golongan masing-masing. Kekuasaan yang demikian adalah hukum dalam mana seolah-olah termasuk kekuatan-kekuatan fisik dan batin dari seluruh masyarakat. Tepatlah jika kita sebut kekuasaan itu alat bernafas dari tiap msyarakat.
Akan tetapi ini tidak berarti bahwa hukum tidak lain daripada kekuasaan belaka, tidak berarti bahwa hukum dan kekuasaan adalah dua perkataan untuk hal yang satu dan sama. Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak selamanya hukum. Bahkan kekuasaan dan hukum itu saling kita hadapkan sebagai suatu pertentangan. Walaupun demikian masih ada orang yang menyangkal adanya perbedaan apapun antara kekuasaan dengan hukum. Menurut mereka hukum tak pernah bersifat lain atau bersifat lebih dari pada kekuasaan. Kekuasaan sering disebut orang hukum, karena perkataan hukum mempunyai bunyi yang lebih tampan.
Hukum juga termasuk kekuasaan-kekuasaan susila (yang semuanya saling mempengaruhi dan saling mempengaruhi juga dengan kekuasaan yang lain yang bekerja dalam masyarakat) yang biasanya juga tak lain daripada kesusilaan dan adat yang dikuatkan oleh pemerintah. Dan bila hukum kita namakan kekuasaan maka pertama-tama kita mengingat kekuasaan susila dari hukum, jadi kekuasaan yang dilakukan terhadap suara hati manusia.
Peraturan-peraturan yang dibentuk oleh kekuasaan yang merupakan kekuasaan hukum, karena ia berkuasa atas suara hati orang-orang, jadi pada umumnya dapat mengharapkan akan ditaati dengan sukarela adalah hukum. Sebaliknya peraturan yang dibentuk seorang jagoan yang hanya dapat memaksakan penataan peraturan-peraturan itu dengan ancaman atau menggunakan alat-alat kekuasaan materil bukanlah hukum.
Kekuasaan susila tersebut melakukan hukum karena ia bercita-citakan keadilan, artinya bercita-cita member pada tiap-tiap orang apa yang menjadi bagiannya. Hukum adalah kekuasaan, yakni kekuasaan yang bercita-citakan keadilan. Keadilan yang sungguh-sungguh tidak dapat dicapai oleh hukum:
1.     Karena hukum terpaksa mengorbankan keadilan sekedarnya untuk tujuannya, jadi hukum bersifat kompromi.
2.     Karena manusia (hukum adalah buatan manusia) tidak dikaruniai Tuhan mengetahui apa yang adil dan tidak adil dalam arti mutlak.
Dengan kata lain disini berlaku kekuasaan kebiasaan. Dimana tiap-tiap orang mencuri, disana tak pencuri. Karena kekuasaan kebiasaan, maka hubungan kekuasaan hubungan yang lahir dari kekerasan atau ketidakadilan mungkin juga menjadi hubungan hukum. Bukanlah kekerasan atau ketidakadilan yang menciptakan hokum melainkan kebiasaan.




BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Dalam Hukum Tata Negara dikenal beberapa teori yang memberI dasar hukum bagi kekuasaan Negara, yaitu:
a.      Teori Teokrasi, yang terdiri dari teori yang langsung dan teori yang tidak langsung
b.     Teori Kekuasaan, dalam buku Hobbes yang berjudul Leviathan berbunyi Homo Homini Lupus (manusia sebagai serigala terhadap manusia lainnya) dan Belum Omnium Contra Omnes (perang semua lawan semua).
c.      Teori Yuridis, terdiri dari Teori Patriarchaal, Teori Patrimonial, dan Teori Perjanjian.
Pemegang kekuasaan dapat dilihat dari beberapa teori yaitu menurut Teori Kedaulatan Tuhan, Teori Kedaulatan Hukum, Teori Kedaulatan Negara dan Teori Kedaulatan Rakyat.
Akan tetapi ini tidak berarti bahwa hukum tidak lain daripada kekuasaan belaka, tidak berarti bahwa hukum dan kekuasaan adalah dua perkataan untuk hal yang satu dan sama. Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak selamanya hukum. Bahkan kekuasaan dan hukum itu saling kita hadapkan sebagai suatu pertentangan. Walaupun demikian masih ada orang yang menyangkal adanya perbedaan apapun antara kekuasaan dengan hukum. Menurut mereka hukum tak pernah bersifat lain atau bersifat lebih dari pada kekuasaan. Kekuasaan sering disebut orang hukum, karena perkataan hukum mempunyai bunyi yang lebih tampan.


26 Juli 2011

Good Governance

 Mengukur Penerapan Good Governance dalam Perumusan Kebijakan Publik

        Penyusunan suatu kebijakan publik yang baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik.
Adanya keterbukaan atau transparansi atas berbagai proses pengambilan keputusan akan mendorong partisipasi masyarakat dan membuat para penyusun kebijakan publik menjadi bertanggung jawab (accountable) kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Transparansi adalah sebuah kondisi minimum bagi partisipasi masyarakat dan merupakan awal dari terwujudnya akuntabilitas.
       Prinsip partisipatif menunjukan bahwa masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari suatu kebijakan publik harus turut serta didalam proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, masyarakat menikmati manfaat kebijakan publik tersebut bukan semata-mata dari hasil (produk) kebijakan tersebut tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya. Prinsip partisipatif dalam penyusunan kebijakan publik ialah membantu terselenggaranya proses perumusan kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan, dan memudahkan penentuan prioritas (transparansi).
      Prinsip akuntabilitas publik menuntut kapasitas para aparat publik untuk dapat membuktikan bahwa setiap tindakan yang mereka ambil ditujukan untuk kepentingan publik, dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholders dengan indikator kinerja dan target yang jelas.