Powered By Blogger

19 Maret 2014

Pembatalan Perda IMB di Pekanbaru Perda No 14 Tahun 2000 dan Penggantian Perda No 1 Tahun 2010.


PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dalam praktek kehidupan bernegara, sentralisasi dan desentralisasi adalah sebuah hal yang berkelanjutan. Tidak ada sebuah negara yang secara penuh hanya menggunakan azas sentralisasi saja dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Begitu juga sebaliknya tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja. Beberapa kewenangan memang harusnya hanya dilakukan secara sentralisasi seperti kewenangan luar negeri, kewenangan pertahanan, kewenangan peradilan serta kewenangan agama. Meskipun dalam prakteknya juga terdapat azas dekonsentrasi yang merupakan penghalusan dari azas sentralisasi.
Dibawah naungan Negara Republik Indonesia (NKRI) kebijakan desentralisasi diterapkan dengan tujuan utama untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mensejahterakan rakyat. Terlihat bahwa otonomi daerah yang hendak dibangun dinegeri ini dimaksudkan untuk memberdayakan pemerintahan daerah dan masyarakatnya sehingga daerah biasa lebih maju secara ekonomi dan politik. Seiring dengan hal itu pemerintahan daerah yang demokratis diharapkan bisa terwujud. Untuk merealisasikan tujuan otonomi daerah tersebut diperlukan instrumen hukum yang berperan penting mendukung keberhasilannya. Sesuai dengan adanya semangat reformasi, penyelenggaraan pemerintahan  Indonesia mengalami perubahan dari sentralisasi kepada desentralisasi. Hal ini dapat dilihat dari pembagian kewenangan kepada daerah dan meletakkan lokus kekuasaan pada kabupaten/kota. Sesuai dengan tujuannnya, maka penguatan otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota dimaksudkan untuk meningkatkan demokrasi partisipatif dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kewenangan yang dimiliki, kabupaten/kota dapat menentukan sendiri prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Berbagai Peraturan Daerah yang semula harus disetujui oleh pemerintah pusat terlebih dahulu, dapat ditetapkan oleh Kepala Daerah secara mandiri.
Hal yang sama juga terjadi di berbagai perizinan investasi, hal mana daerah dapat menetapkan dan memberikan izin tanpa persetujuan dari pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah diharapkan prosedur investasi akan semakin mudah sehingga potensi daerah dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Indonesia sebagai salah satu negara yang menggunakan suatu sistem desentralisasi mewujudkan sistem desentralisasi dengan pemberian wewenang oleh Pusat kepada daerah, baik dalam pengambilan keputusan ataupun pembuatan kebijakan. Indonesia sebagai negara demokratis menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat konstitusional yaitu jalannya pemerintahan diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus serta mengatur rumah tangganya sendiri yang berdasarkan desentralisasi. Kewenangannya untuk membuat Peraturan Daerah haruslah sesuai dengan kebutuhan, situasi maupun kondisi daerah masing-masing. Saat ini telah banyak Peraturan Daerah (Perda) yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah baik Legeslatif dan Eksekutif di daerah masing-masing. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi DPRD sebagai badan Legeslatif daerah berkedudukan sejajar menjadi mitra dari pemerintah daerah.  Pada dasarnya Perda adalah instrumen hukum pemerintah daerah (Pemda) dalam
melaksanakan kebijakan pemerintah (pusat) dan kebijakan Pemda itu sendiri. Dalam proses penyusunannya, Peraturan Daerah merupakan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif (DPRD). Artinya ada persetujuan bersama atas ditetapkannya sebuah Perda yang telah dibentuk sebelumnya dalam bentuk Ranperda.  Implementasi Perda ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/ Walikota) dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan Perda.
            Pada tahun 2004 DPR dan Pemerintah Pusat telah menyetujui Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu Undang-Undang No 10 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-Undangan. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan dalam Pasal 7 Undang-Undang No 10 Tahun 2004 adalah:
1.      UUD 1945
2.      Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3.      Peraturan Pemerintah
4.      Peraturan Presiden
5.      Peraturan Daerah
a.       Perda Provinsi
b.      Perda Kabupaten / Kota
c.       Perdes / Peraturan yang setingkat
Diharapkan dalam pelaksanaannya, Peraturan Daerah (Perda) yang dihasilkan untuk ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk aparat pemerintahan daerah termasuk juga para pejabat daerah. Pemerintah Daerah sebagai lembaga Eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga Legeslatif yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah dengan sendirinya mempunyai fungsi yang penting dalam membuat Perda. Peraturan Daerah merupakan produk perundang-undangan yang bertujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat dan menjaga keselamatan serta tata tertib masyarakat di daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu segala keputusan yang penting yang menyangkut pengaturan dan pengurusan rumah tangga daerah harus mengikutsertakan rakyat di daerah yang bersangkutan melalui wakil-wakilnya di Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).  
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 136, prinsip-prinsip pembentukan Perda ditentukan sebagai berikut:
1.      Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
2.      Perda dibentuk dalam rangka penyelengaraan otonomi, tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
3.      Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
4.      Perda dibentuk berdasarkan atas azas pembentukan peraturan perundang-undangan.
5.      Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Raperda.
6.      Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum, atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
7.      Peraturan Kepala Daerah atau Surat Keputusan Kepala Daerah ditetapkan untuk melaksanakan Perda.
8.      Perda berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah.
9.      Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai pejabat penyidik Pelanggaran Perda.
Peraturan Daerah yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah baik oleh Gubernur bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi ataupun dibuat oleh Bupati bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sering mengalami permasalahan-permasalahan. Permasalahan tersebut bisa dalam proses pembuatannya maupun dalam implementasinya, selain itu permasalahan yang muncul dalam Peraturan Daerah adalah adanya Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah itu sendiri. Peraturan Daerah yang telah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat kebanyakan Perda yang dibuat pada tahun 2000-2005,Perda-perda tersebut merupakan jenis Perda yang mengatur tentang Retribusi, Perizinan, Pajak dan lain-lain. Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri bukanlah seluruhnya dari kesalahan Pemerintah Daerah yang telah menyusun Peraturan Daerah tersebut tetapi dikarenakan adanya aturan Pemerintah Pusat yang tidak tetap yang selalu berubah. Hal inilah yang menyebabkan Peraturan Daerah banyak yang bertentangan dengan peraturan yang diatasnya.
Peraturan Daerah yang saat ini bermasalah salah satunya mengenai Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sendiri disebabkan Perda yang telah dibuat menghambat sektor investasi di daerah tersebut. Pemenrintah Pusat melakukan pembatalan Perda dikarenakan Perda yang telah ditetapkan oleh daerah sesuai dengan kebutuhannya yaitu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya yang akhirnya tidak jarang bersebrangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Adanya persoalan mengenai Peraturan Daerah bermasalah antara lain dikarenakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan kepentingan umum. Banyak daerah yang berlomba-lomba membuat Perda sebanyak-banyaknya yang mengatur tentang Perizinan Usaha yang ada di daerahnya masing-masing. Peraturan Daerah yang dianggap bermasalah karena bertentangan kepentingan umum, salah satunya merupakan Peraturan Daerah yang dianggap menghambat investasi di daerah tersebut.
Dalam menyusun sebuah Peraturan Daerah bukanlah pekerjaan yang mudah dan gampang, sebab pekerjaan ini memerlukan pikiran yang baik serta adanya ketelitian dari para penyusun Perda yang memerlukan waktu yang cukup lama dengan melalui tahapan-tahapan. Pembuatan Peraturan Daerah ini baik dalam merencanakan serta menyusunnya menjadi sebuah Perda tidak saja harus mempunyai pengetahuan dibidang hukum dan peraturan Perundang-undangan melainkan juga harus mengetahui sampai dimana batas-batas kewenangan dan kekuasaan daerah yang telah ditentukan.
Kota Pekanbaru merupakan salah satu kota di Provinsi Riau yang sebagai ibukota yang dinilai paling kondusif dan prospektif dalam penanaman modal di Provinsi yang diikuti oleh Kabupaten Kampar. Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Kota Pekanbaru. Penelitian yang dilakukan Brodjonegoro (2001) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal secara tidak langsung mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan dalam belanja rutin dan belanja modal Pemda. Sehingga ketersediaan fasilitas atau pelayanan publik yang dibutuhkan dalam rangka mendukung kegiatan investasi pun semakin meningkat dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi Pekanbaru. Pertumbuhan ekonomi di Kota Pekanbaru diyakini banyak ditopang oleh adanya aliran investasi masuk ke Kota Pekanbaru. Oleh karena itu peningkatan investasi perlu senantiasa diciptakan iklim usaha yang kondusif dalam hal ini merupakan elemen penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi salah satunya adalah aturan yang mengatur mengenai perizinan pelayanan usaha penanaman modal.
Perda yang mengatur mengenai dunia usaha di Pekanbaru yang mendorong tingkat investasi yang dapat menambah Pendapatan Asli daerah yang dibuat oleh Kepala Daerah Kota Pekanbaru dengan persetujuan DPRD Kota Pekanbaru saat ini jumlahnya sangat banyak yaitu mengenai Peraturan Daerah yang mengatur tentang pajak dan retribusi. Akhir-akhir ini banyak pula perda yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri terutama yang menghambat tingkat investasi di Provinsi khususnya Kota Pekanbaru. Persoalannya, penerbitan perda-perda tersebut terkadang tidak mengindahkan peraturan ataupun etika bisnis, sehingga menimbulkan masalah baru bagi dunia usaha. Seharusnya penyusunan Perda dan pengawasan Perda harus sesuai dengan fungsi serta tujuannya, salah satunya membuat suatu Peraturan Daerah yang berpihak kepada masyarakat dan dunia usaha dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
Kebijakan kreatif yang dikeluarkan oleh sejumlah penguasa di daerah cukup menyesakkan kalangan dunia usaha. Peraturan Daerah tersebut memang banyak ditujukan bagi dunia usaha, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah tersebut tidak memberikan kemudahan, justru sebaliknya menjadi beban bagi pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah diatur berbagai pungutan atau pajak yang dapat ditarik oleh daerah. Tetapi pada kenyataannya Undang-Undang ini tidak mampu mengendalikan daerah untuk membuat berbagai kebijakan yang sejalan dengan peraturan tersebut. Ada saja celah-celah dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini yang dimanfaatkan daerah. Akhirnya, perda sering tidak harmonis atau tumpang tindih dengan peraturan di atasnya.
Menurut Bapak H.Syahrial, SE. M.Si sebagai Sekretaris Badan Penanaman Modal dan Investasi Kota Pekanbaru ada beberapa Perda yang menghambat investasi di Kota Pekanbaru. Beberapa Perda yang disebutkan dapat menghambat investasi di Kota Pekanbaru ialah Perda Izin Usaha, Perda Izin Membangun Bangunan, dan Perda Tenaga Kerja. Salah satu perda yang disebutkan dapat menghambat Investasi untuk menanamkan modalnya di Pekanbaru yaitu Perda No 14 Tahun 2000 tentang Tentang Izin Bangunan Dalam Daerah Kota Pekanbaru khususnya pada Pasal 57 ayat (2) dan Perda No1 Tahun 2010 yang mengatur hal yang sama sebagai pengganti Perda No 14 Tahun 2000 yang mengatur tentang Retribusi Izin Bangunan Dalam Daerah Pekanbaru yang mana Perda No 14 Tahun 2000 ini telah berjalan selama sepuluh tahun.
Perda No 14 Tahun 2000 tersebut telah dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 257 tahun 2009 pada tanggal 11 Desember 2009 mengenai Pembatalan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 14 Tahun 2000 tentang Izin Bangunan Dalam Daerah Kota Pekanbaru yang ditandatangani oleh Mendagri Gamawan Fauzi. Alasan pembatalan Perda tersebut ialah:
1.      Terhadap bangunan kantor pemerintah maupun pemerintah daerah, dikecualikan dari objek retribusi IMB sesuai dengan Penjelasan Pasal 18 ayat (1) huruf c Undang-Undang No 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2.      Izin Penggunaan Bangunan (IPB) sudah termasuk dalam IMB dan tidak memerlukan izin tersendiri sehingga tidak dapat dikenakan retribusi.
3.      Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP) , izin hunian bangunan dan izin sewa bangunan tidak diperlukan lagi sehingga tidak dapat dikenakan retribusi.
4.      Izin mendirikan bangunan diberikan agar kegiatan pembangunan sesuai dengan persyaratan administrasi dan teknis bangunan dan IMB bukan merupakan bukti kepemilikan bangunan sehingga tidak memerlukan balik nama atau pemecahan IMB.
5.      Pembatalan/pencabutan izin tidak dapat dikenakan retribusi karena hanya dilakukan dengan permohonan dan pelanggaran oleh pemegang izin.
Selain itu evaluasi juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah sendiri (Gubernur). Perda dibatalkan dengan alasan Perda mengenai Izin Bangunan Dalam Daerah Pekanbaru ini dianggap menghambat masuknya investasi di Kota Pekanbaru. Perda No 14 Tahun 2000 mengenai Izin Membangun Bagunan ini dibatalkan karena adanya salah satu ayatnya yaitu pada pasal 57 ayat 2 yang menyatakan bahwa pembangunan gedung lebih dari delapan lantai harus melalui persetujuan DPRD Kota Pekanbaru. Gubernur menilai pemberian izin yang dilakukan oleh DPRD tidak sesuai dengan fungsi dari DPRD itu sendiri sebab fungsi dari DPRD Kota Pekanbaru hanya legislasi, anggaran dan pengawasan.
            Fenomena ini terlihat dalam penanaman modal di Kota Pekanbaru yang dibangun beberapa gudung-gedung tinggi sebagai tempat para investor untuk menanamkan modalnya di Kota Pekanbaru. Adapun gedung-gedung tinggi yang telah dibangun di Kota Pekanbaru ialah:
1. The Premiere Grand Zury.
Pembangunan Gedung ini dimulai pada tahun 2010 dan selesai dan diresmikan pada akhir  tahun 2010. Gedung ini merupakan Hotel yang berada di Jalan Sudirman yang berjumlah sebelas tingkat.
     2.    Gedung Surya Dumai.
Pembangunan Gedung Surya Dumai telah lama dibangun yaitu pada akhir tahun 2007. Gedung ini merupakan tempat kerja gabungan perusahaan-perudahaan yang berjumlah sebelas tingkat.
3. Menara Dang Merdu Bank Riau
Menara Dang Merdu Bank Riau akan menjadi salah satu bangunan yang berada di Pekanbaru karena pembangunan Menara ini baru dimulai pada akhir tahun 2010. Rencananya pembangunan Menara ini akan selesai dalam anggran tiga tahun sampai pada tahun 2012 dengan jumlah lima belas (15) tingkat.
4.  Kantor Gubernur Riau ( 9 Tingkat)
Gedung ini merupakan kantor gabungan dari dinas-dinas yang ada di Provinsi Riau yang berada di Kota Pekanbaru. Pembangunan gedung ini dimulai pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2009.
5.  Hotel Ibis
Hotel Ibis merupakan salah satu hotel yang berbintang tiga yang ada di Kota Pekanbaru yang memiliki lebih dari delapan tingkat. Pembangunan Hotel ini dimulai pada tahun 2004.
 6.  Hotel Jatra
Hotel Jatra atau disebut Grand Jatra merupakan hotel berbintang empat. Hotel ini juga merupakan gedung yang ada di Pekanbaru yang memiliki lebih dari delapan tingkat yang telah dibangun pada tahun 2004.
7.  The Peak Apartement
The Peak Apartement merupakan bangunan gedung yang pembangunannya telah direncankan pada tahun 2008 yang akhirnya direalisasikan kembali pada tahun 2010.
            Dari beberapa Gedung yang memiliki lebih dari delapan tingkat di atas memliki keterkaitan dengan dibatalkannya Perda Nomor 14 Tahun 2000 tentang Izin Bangunan Dalam Daerah Kota Pekanbaru dan dibentuknya Perda Nomor 1 Tahun 2010. Bangunan gedung-gedung diatas yang pembangunannya dilakukan sebelum tahun 2010 merupakan bangunan yang mendapat persetujuan dari DPRD Kota Pekanbaru sebelumnya. Sedangkan pembangunan yang dilakukan setelah tahun 2010 khususnya bangunan yang dibangun setelah dikeluarkannya Perda No 1 Tahun 2010 mendapat persetujuan dari instansi terkait. Seperti pada pembangunan The Peak yang sebelum dikeluarkannya Perda No 1 Tahun 2010 pembangunan gedung ini tidak teralisasi karena tidak mendapat persetujuan dari DPRD Kota Pekanbaru. Setelah dibatalkannya Perda tersebut dan diberlakukannya Perda No 1 Tahun  2010 maka pembangunan dilanjutkan kembali setelah tertunda selama dua tahun. Banyaknya pembangunan gedung-gedung bertingkat seperti hotel membawa dampak investasi yang besar bagi Kota Pekanbaru sebagai pemasukan bagi pendapatan daerah.
Pemberian izin pembangunan gedung lebih dari delapan tingkat tersebut bukanlah menjadi ranah dari DPRD Kota Pekanbaru. Jika dilihat Perda ini merupakan perda yang mengatur tentang pungutan-pungutan perizinan, seperti yang diketahui bahwa Kota Pekanbaru ini dibangun dari hasil pungutan retribusi dan perizinan. Oleh karena itu seharusnya jika ingin membuat suatu peraturan yang mengatur hal ini harus diperhatikan secara maksimal sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah baru yang akan berpengaruh terhadap pembangunan di Kota Pekanbaru. Ivestasi di Indonesia termasuk di Pekanbaru dinilai dapat terhalang karena rumit dan lamanya mengurus perizinan. Perizinan untuk memulai usaha dan investasi di Indonesia terbilang paling lama dan berbelit-belit yang sejauh ini rata-rata waktu perizinan di Indonesia mencapai 151 hari. Dengan adanya Perda No 1 Tahun 2010 sebagai pengganti dari Perda No 14 Tahun 2000 juga mengalami masalah. Menurut Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Pekanbaru M.Navis, Perda No. 1 Tahun 2010 menimbulkan pertanyaan dari kalangan DPRD. Pasalnya peraturan tersebut  tidak sesuai dengan mekanisme yang diharapkan dan Perda tersebut dipertanyakan keabsahannya karena tidak pernah disahkan di DPRD Pekanbaru. Tetapi Perda tersebut langsung diterapkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru. Sehingga DPRD mempertanyakan hal tersebut. Idealnya, sebuah Perda apabila telah direvisi oleh Gubernur maka seharusnya dibawa juga ke DPRD. Tetapi DPRD tidak membuat pernyataan penolakan atas Perda tersebut dalam sebuah Surat Gugatan atau Surat Penolakan hanya sekedar ucapan saja.
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan investasi baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Kebijakan dasar penanaman modal adalah untuk menciptakan iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanam modal untuk penguat daya saing perekonomian nasional serta mempercepat peningkatan perekonomian. Tujuan penyelenggaaan invesasi antaralain untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, menciptakan daya saing dunia usaha nasional, mendorong ekonomi kerakyatan, mengelola ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Investasi merupakan salah satu instrumen pembangunan ekonomi yang sangat mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Peraturan Daerah ini telah melalui proses kajian yang matang, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, apalagi pengasahannya juga melalui mekanisme paripurna DPRD Pekanbaru, tapi tetap saja Pemko harus mendengarkan pihak lain yang merasa dirugikan. Selain perda ada juga penyebab yang menyebabkan rusaknya iklim bisnis di Pekanbaru karena adanya pungutan berganda atau double taxation antara pajak pusat (PPh, PPN, PBB, dan lainnya) atau dengan pajak daerah lainnya. Saat ini pengutan-pungutan yang tidak resmi masih banyak berkeliaran di daerah-daerah, dengan nilai yang bervariasi Terkait hal ini bahwa banyak Perda yang menghambat masuknya investasi. Masuknya investor sangat ditentukan peran pemerintah. Ada tujuh indikator daya tarik invetasi untuk dilakukan, yaitu keamanan, potensi ekonomi, budaya daerah, sumber daya manusia, infrastruktur, keuangan daerah dan peraturan daerah (perda). Faktor keamanan bukan saja persoalan kepastian hukum atau penegakan hukum dan proses peradilan, tetapi juga terkait ganggung keamanan lingkungan. Seperti jaminan kelangsungan usaha, keselamatan jiwa, perusakan, pencurian dan penjarahan. Di sisi potensi ekonomi, ketersediaan sumber daya alam di Pekanbaru cukup potensial, diantaranya perkebunanan, perikanan, kehutanan dan pertambangan. Namun dari aspek sikap, perilaku masyarakat dan budaya serta perilaku birokrasi masih harus mendapat perhatian yang lebih. Begitu juga dari aspek infrastruktur, yang masih minim. Terkait sumber daya manusia, yakni ketersediaan SDM, Kualitas SDM dan Keuangan Daerah juga bagian daya tarik investasi. Apabila hal ini bisa di penuhi, maka peluang pemilik modal untuk tetap datang semakin besar pula. Faktor terakhir ialah mengenai peraturan daerah. Investor akan ragu masuk jika harus dihadapkan berbagai peraturan‑peraturan daerah serta kebijakan daerah maupun intansi terkait yang sangat membebankan.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Pekanbaru diyakini banyak ditopang oleh adanya aliran investasi masuk ke Kota Pekanbaru. Investasi sendiri secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah telah diwarnai dengan kecendrungan Pemda untuk meningkatkan PAD dengan cara membuat perda yang berisi pembebanan pajak‑pajak daerah. Hal ini mengakibatkan timbulnya ekonomi biaya yang tinggi, sehingga pengusaha merasa keberatan untuk menanggung berbagai pajak tersebut. Kebijakan pemda untuk menaikkan PAD bisa berakibat kontraproduktif karena terjadi bukan PAD yang meningkat, akan tetapi justru mendorong para pengusaha memindahkan lokasi usahanya ke daerah lain yang lebih menjanjikan. Dengan adanya Perda yang menghambat masuknya investasi ke suatu daerah maka akan memungkinkan para investor akan menanamkan modalnya ke daerah yang lain. Maka diperlukan reformasi birokrasi untuk mempermudah izin investasi di daerah dan sudah saatnya birokrasi yang mempersulit aktivitas berusaha dihilangkan agar para investor berdatangan untuk menanmkan modalnya di suatu daerah.
Terlihat bahwa Daerah telah mengabaikan investasi dengan membuat Peraturan Daerah yang menghambat investasi masuk ke daerah yaitu Perda No 14 Tahun 2000 tentang Izin Bangunan Dalam Daerah Kota Pekanbaru. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menetapkan judul  penelitian ini adalah Tinjauan Politik Terhadap Pembatalan Dan Penggantian Peraturan Daerah di Kota Pekanbaru”.

1.2    Perumusan Masalah
Penelitian ini mencoba mengkaji Perda yang dapat menghambat Investasi di Kota Pekanbaru. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Sisi Politik dari Pembatalan Perda No 14 Tahun 2000 dan Penggantian Perda No 1 Tahun 2010?

1.3    Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Tujuan  Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui sisi politik dari pembatalan Perda No 14 Tahun 2000 dan Penggantian Perda No 1 Tahun 2010.
1.3.2 Manfaat Penulisan
1.      Sebagai bahan informan dan koreksi bagi pihak yang berwewenang dalam hal pelaksanaan dan pembatalan Peraturan Daerah tersebut.
2.      Sebagai bahan informasi bagi masyarakat Kota Pekanbaru mengenai status Peraturan Daerah tersebut.

3.      Untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah serta melatih penulis dalam menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar