Powered By Blogger

22 November 2011

Teori Postmodernisme

KAITAN POSTMODERNISME
DENGAN POST STRUKTURALIS  DAN FEMINISME
Wasingatu Zakiyah dan Lia Eldest Sihotang
Ringkasan
Tulisan ini membahas postmodernisme yang ditengarai sebagai awalan post strukturalist dan berakar pada tradisi serta gagasan dalam femisnisme. Sebagai sebuah teori kekuasaan, postmodernisme hadir ditengah ketidakpercayaan terhadap konsep kekuasaan strukturalist      a-la Marxian. Dalam perkembangannya banyak ditemukan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan kekuasaan postmodernisme sebagai bentuk kuasa baru yang hadir ditengah masyarakat. Pola yang dilahirkan berasal dari resistensi terhadap struktur yang baku dan terbangun serta menjadi mainstream dalam masyarakat.  

Postmodern bila diartikan secara harfiah, kata-katanya terdiri atas “Post” yang artinya masa sesudah dan “Modern” yang artinya era Modern, karena itu dapat disimpulkan bahwa Postmodern adalah masa sesudah era  Modern (era diatas tahun 1960-an). Postmodern pada dasarnya merupakan sebuah analisa sosiologis untuk menggambarkan perubahan dalam masyarakat sehingga membutuhkan pemikiran baru dan bagi beberapa pihak yang radikal, postmodern juga menolak analisis teori modern karena dianggap tidak sesuai dengan masyarakat baru tersebut.

Konsep  Posmo  pertama  kali  muncul  di  lingkungan  gerakan  arsitektur. Arsitektur  modern  berorientasi  pada  fungsi  struktur;  sedangkan  arsitektur  posmo berupaya  menampilkan  makna  simbolik  dari  konstruksi  dan  ruang.

Postmodernisme lahir di Perancis dalam tahun 1960. Istilah postmodernisme sendiri muncul sekitar tahun 1970-an dalam bidang arsitektur, yang lantas merembes ke wilayah sastra yang akhirnya menjadi semacam paradigm tandingan bagi modernism.
Postmodernisme adalah gelombang cara berpikir yang memandang kemapanan modernism telah runtuh dan ketinggalan jaman. Ketinggalan jaman maksudnya ialah bahwa kemapanan yang telah dibangun oleh modernism telah ketinggalan legitimasinya, aktualitasnya, relevansinya. Keruntuhan ini seiring dengan berkembangnya peradaban baru yang mendobrak bentuk-bentuk kemapanan hidup mausia. (Riyanto Armada, 2002).


Gagasan Pokok Pemikiran Postmodernisme
Lahirnya filsafat Postmodernisme, bermula dari merebaknya diskusi kaum post-strukturalist yang melawan atau menolak rationalisme, utopianisme, dan foundasionalisme.
·         Contra rationalism. Ini mengacu pada filsafat Rene Descartes yang menekankan subyektivitas ratio. Kesesuaian antara ide atau konsep dengan realitas. Inilah kebenaran sistematis, maksudnya apakan ide-ide saya itu sesuai atau tidak dengan realitas.
·         Contra utopianisme. Maksudnya menentang filsafat spekulatif absolute Hegel. Suatu pengedepanan subyektivitas roh. Atau cita-cita Marx dalam cetusan mengenai idiologi kesatuannya tentang masyarakat communal. Masyarakat communions, yang dikenal dengan komunisme.
·         Contra foundationalisme. Maksudnya menentang rincian cara berpikir yang menggagas fondasi-fondasi kebenaran. Seperti nyata dalam Descartes dalam bukunya Meditasi-Meditasi Filsafat. Atau gaya berpikir Plato dalam gagasannya: “jika orang memahami realitas hidupnya ia harus memiliki referensi ke dunia Idea”.
Kritik post-strukturalist (1960-1970) mengalir menjadi semacam oposisi politis: tidak tunduk pada academic authorities dan negara, dan dikaitkan dengan kritik atas imperialisme barat dan rasisme, juga feminisme. Itulah sebabnya filsafat postmodernisme identik dengan post-strukturalist yang menolak kemungkinan pengetahuan obyektif tentang dunia nyata.

Tokoh-tokoh postmodernisme sendiri memiliki pandangan yang berbeda-beda. Jean-Francois Lyotard berpendapat, awalan “post” berarti pemutusan hubungan pemikiran total dari segala pola kemodernan. Bagi David Griffin, awalan tersebut berarti sekadar koreksi terhadap aspek-aspek tertentu dari kemodernan. Sedangkan bagi Jacques Derrida dan Michel Foucault, berarti kemodernan yang akhirnya bunuh diri. Bagi Jurgen Habermas, berarti satu tahap dari proyek modernisme yang belum selesai. Ketiadaan definisi ini justru menunjukkan ciri khas dari postmodern. Karena itu, 'The Modern-Day Dictionary of Received Ideas' menjelaskan bahwa kata postmodern ini “tidak punya arti,” dan “gunakan saja sesering mungkin.”

Dua tokoh Post modernism yang banyak di rujuk:
1.        Michel Foucault (1926-1984)
Michel Foucault merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan Postmodernisme, yang menyumbangkan perkembangan teori kritik terhadap teori pembangunan dan modernisasi dari perspektif yang sangat berbeda dengan teori-teori kritik lainnya (Mansour Fakih, 2002). Pemikiran Foucault yang utama adalah penggunaan analisis diskursus untuk memahami kekuasaan yang tersembunyi di balik pengetahuan. Analisisnya terhadap kekuasaan dan pengetahuan memberikan pemahaman bahwa peran pengetahuan pembangunan telah mampu melanggengkan dominasi terhadap kaum marjinal. Pada tahun 1980 Foucault diindentikkan dengan gerakan postmodernisme. Dia juga berpendapat bahwa untuk menanggulangi eksploitasi dan juga dominasi serta subjection menurutnya adalah mempelajari upaya untuk membangkitkan kembali local centres dari power knowledge, pola transformasinya, dan upaya untuk masukkan ke dalam strategi dan akhirnya menjadikan pengetahuan mampu mensupport kekuasaan. Menurut pemikirannya, bahwa setiap strategi yang mengabaikan berbagai bentuk power tersebut maka akan terjadi kegagalan. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah analisis power tertentu (antar individu, kelompok, kegiatan dan lain-lain) dalam rangka mengembangkan knowledge strategies dan membawa skema baru politisi, intelektual, buruh dan kelompok tertindas lainnya, dimana power tersebut akan digugat.
Tiga tesis utama Foucault tentang kekuasaan(Bertens, 1985: 487-490):
1.Kekuasaan bukan milik tetapi strategi,
2.Kekuasaan tidak dapat dilokalisir tetapi menyebar keman-mana,
3.Kekuasaan tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama melalui normalisasi dan regulasi.
4.Kekuasaan tidak bersifat destruktif melainkan reproduktif.

2.        Jacques Derrida (1930)
Derrida adalah penafsir Posmodernism yang terpenting tentang Nietzsche. Derrida melontarkan kritik terhadap kaum “realis” terhadap bahasa. Kaum realis berpendapat bahwa kalimat-kalimat kita mencerminkan realitas dunia yang sebenarnya, tanpa hubungan dengan segala tindakan manusia. Derrida menolak bahwa bahasa mempunyai arti tetap yang selaras dengan realitas sebenarnya, atau bahasa menyingkapkan realitas yang pasti.


Post Strukturalisme sebagai awal munculnya post Modernism
Post-structuralisme merupakan penyempurnaan dari strukturalisme dimana justru melibatkan pengarang dan pembaca dalam penganalisisan. Dengan tidak melupakan kekuatan sekaligus hasil-hasil maksimal yang telah dicapai, postrukturalisme  memandang bahwa teori terdahulu ternyata memiliki sejumlah kelemahan dan dipandang sangat perlu untuk diperbaiki.

Poststrukturalisme adalah salah satu area dalam politik kontemporer yang paling menarik dan vital, sayangnya masih belum banyak dipahami dalam jagad politik. Poststrukturalisme selalu diasosiasikan dengan sekelompok intelektual yang dahulu (1950-1960) berkumpul di Perancis, mereka mengkritik analisa strukturalis yang sempat mendominasi kehidupan intelektual Perancis pada masa itu. Definisi yang mendekati arti dari poststrukturalisme itu seniri adalah satu bentuk mempertanyakan konteks intelektual tertentu (reaksi terhadap strukturalisme).

Kritik terhadap poststrukturalisme dan posmodernisme seperti yang diungkapkan MacKenzie adalah konsern poststrukturalisme dalam persoalan fundamental pada akhirnya menjadi sumber kebingungan, pada akhirnya satu-satunya pertanyaan yang menggoyahkan teori politik poststrukturalis sejak awal kemunculannya adalah “Apa yang dapat dikontribusikan oleh teori poststrukturalis terhadap studi politik dalam kehidupan? Beberapa kalangan menganggap golongan poststrukturalisme tidak pernah dapat memberikan satu solusi yang pasti, mereka seolah mengurai satu masalah dan menghamparkannya dalam lantai dialektika dan wacana tanpa pada akhirnya merangkai dan membuat satu solusi kongkrit dari masalah yang telah dibedahnya. Hal ini menurut MacKenzie bukan karena poststrukturalis tidak dapat menjawab berbagai pertanyaan ini akan tetapi karena terdapat berbagai kemungkinan jawaban yang berbeda yang kemungkinan dapat muncul bertentangan satu sama lain. Postmodernisme merupakan perkembangan positif modernisme, sedangkan postrukturalisme merupakan perkembangan positif dari strukturalisme.

Lash menyatakan bahwa strukturalisme merupakan titik tolak dari kemunculan post strukturalisme dan post modernisme. Jean-Paul Satre juga mengatakan bahwa strukturalisme muncul sebagai reaksi humanisme yang memusatkan perhatian pada individu terutama kebebasan individu. Teori Marxisme dapat digunakan dalam melihat strukturalis dimana terdapat individu yang bebas.

Perbedaan Poststrukturalisme dan Postmodernisme
Poststrukturalisme diperlakukan sebagai pelopor intelektual postmodenisme, karena poststrukturalisme merupakan untaian-untaian pemikiran yang membentang dalam perkembangan postmodernisme. Poststrukturalis sebagai bagian dari postmodernisme memfokuskan dalam kerja diskursif terhadap pola linguistik yang memproduksi subjektivitas dan identitas (Mumbly dan Putnam, 1992). Terdapat perbedaan antara post strukturalis dengan post modernisme. Posmodernisme lebih berorientasi kepada kritik kultural sedangkan postrukturalis berkonsentrasi pada permasalahan metode dan epistimologinya, misalnya pada kerja dekonstruksi, diskursus bahasa, makna dan simbol. Poststrukturalis adalah kerja dengan lingkup yang lebih khusus dibandingkan posmodernisme (Alvesson dan Skoldberg, 2000). Dalam pandangan poststrukturalis, bahasa (teks) bukan sekedar menampilkan atau merepresentasikan suatu realitas, melainkan memproduksi realitas baru.

Banyak versi dalam mengartikan istilah postmodernisme ini. Foster menjelaskan, sebagian orang seperti Lyotard beranggapan, postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern, karena modernisasi yang eksploitatif menimbulkan perasaan umum akan hilangnya makna kehidupan yang hakiki. Ketiadaan makna dianggap suatu hal yang sangat serius, karena makna merupakan dasar nilai. Pengertian ini membawa kepada sebuah pemahaman bahwa postmodernisme itu adalah sebuah eliminatif dan dekonstruktif yang ingin menciptakan sebuah pandangan dunia baru dengan gerakan anti-pandangan dunia lama. Sedang sebagian lagi seperti Jameson beranggapan, postmodernisme adalah pengembangan dari modernitas seperti yang diungkap Bryan S. Turner dalam Theories of Modernity and Post-Modernity-nya. Pengertian kedua ini membawa kepada sebuah kesimpulan bahwa postmodernisme itu adalah sebuah istilah konstruktif dan revisioner, yaitu suatu pengertian yang memperkenalkan pandangan dunia baru yang diciptakan melalui revisi terhadap premis-premis modern serta konsep-konsep tradisional. Dengan kata lain postmodern itu adalah kelanjutan dari modernism.

Dapat dilihat, betapa jauh perbedaan pendapat antara dua kelompok tadi dalam memahami Postmodernisme. Satu mengatakan, konsep modernisme sangat berseberangan dengan postmodernisme bahkan terjadi paradoks, sedang yang lain menganggap bahwa postmodernisme adalah bentuk sempurna dari modernisme, di mana seseorang tidak mungkin dapat masuk ke jenjang postmodernisme tanpa melalui tahapan modernisme. Dari pendapat terakhir inilah akhirnya postmodernisme dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain: Postmodernism Ressistance, Postmodernism Reaction, Opposition Postmodernisme dan Affirmative Postmodernism. Akibat adanya terdebatan antara dua pendapat di atas, kemudian muncullah pendapat ketiga yang ingin menengahi antara dua pendapat yang kontradiktif tadi. Zygmunt Bauman dalam karyanya “Post-Modern Ethics” berpendapat, kata “Post” dalam istilah tadi bukan berarti “setelah” (masa berikutnya) sehingga muncullah kesimpulan-kesimpulan seperti di atas tadi.

Kaitan Postmodernisme dan Feminisme
Feminis postmodernisme dipakai hanya sebatas sebagai teori masyarakat. Post modernisme penting bagi isu teori feminis terutama sebagai “epistimologi oposional” sebagai strategis untuk menanyakan klaim kebenaran atau pengetahuan yang didahului oleh satu teori tertentu. (George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Kencana, 2004, Jakarta).

Feminis Postmodern berasal dari persimpangan feminisme dengan postmodernisme. Feminis postmodern melandaskan diri dari pada kritik atas feminis modern adalah penolakan subjektivitas dan identitas yang dipengaruhi gender. Feminis postmodern tidak meletakkan identitas sebagai sesuatu yang ajeg. Keajegan, singularitas, konsistensi adalah ciri dari tatanan patrikial yang otoritarian. Penekanan feminis postmodern adalah pada dekonstruksi dan perbedaan.

Wacana Feminisme muncul dalam rangka menandingi diskursus yang di dominasi oleh nalar laki-laki. Gerakan feminisme bertujuan untuk membongkar ketertindasan perempuan dalam wilayah sosial, politik, budaya serta pengetahuan. Membahas feminisme tentunya tidak akan bisa lepas dari bahasan tentang patriarkisme hampir semua teks feminisme dirumuskan untuk mencanggihkan konseptualisasi patriarkisme sebagai payung bagi praksis penindasan perempuan, dan tema ini juga mewakili semua derivasi teoritik feminisme berkaitan dengan strategi liberasi atas ketertindasan perempuan. Post-feminisme dihadirkan juga untuk menggugat feminisme yang cenderung berputar-putar di wilayah pembentukan identitas subyek yang disandarkan pada kesadaran enlightenment. Juga Feminisme yang cenderung pada wilayah perebutan relasi kuasa dari tubuh dan sistem seks/jender di ruang diskursif. Terminologi Post-feminisme penting digunakan dalam rangka pengambilan jarak terhadap nalar binary oposition.

Feminis gelombang ketiga merangkul power feminism yang mendorong perempuan untuk merayakan individualismenya. Power feminism adalah posisi yang diambil perempuan dalam mempersepsikan relasi kuasa, yaitu bahwa mereka memiliki kuasa setara laki-laki dan bagaimana memakai kuasa tersebut untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya, tanpa membedakan jenis kelamin. Cox (dikutip dari Sowards and Renegar, 2004) melihat bahwa politik feminis gelombang ketiga lebih tepat disebut sebagai politik jender yang mengkritisi dan mengevaluasi peran sosial laki-laki dan perempuan sehingga keduanya bisa hidup berdampingan secara damai. Dalam era feminisme gelombang ketiga, perempuan tidak lagi memfokuskan  diri pada perubahan sosial, tetapi pada jawaban individual tehadap permasalahan  yang dihadapi perempuan; dan berfokus pada perbedaan, hubungan pribadi, dan jati diri.

Penekanannya pada text dimana realitas adalah text atau intertextual baik yang berbentuk lisan, tulisan dan image sehingga yang menjadi perhatian dari aliran feminisme postmodern adalah mereka mengkritik bahwa adanya cara berfikir laki-laki yang diproduksi melalui bahasa laki-laki.Penalaran yang mereka terapkan hanya pada investigasi bahasa. Mereka juga menolak cara berfikir feminis yang fanatik atau tradisional. Dan mereka juga menekankan intrepretasi yang plural dalam kajian perempuan. Feminisme ini dipengaruhi oleh filusuf Perancis, Eksistensialis, Psikoanalisa, Dekonstruksi. Mereka mengatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan harus diterima dan dipelihara. Mereka berusaha membongkar narasi-narasi besar, realitas, konsep kebenaran dan bahasa. Mereka menganggap bahwa tiap masyarakat diatur oleh suatu seri tanda, peranan dan ritual yang saling berhubungan yang disebut aturan simbolik dan internalisasi aturan simbolik dihasilkan lewat bahasa sehingga semakin banyak aturan simbolik masyarakat yang diterima oleh seorang anak semakin tertanam didalam alam bawah sadarnya. Dalam pembongkaran tidak dapat dihancurkan total tetapi bisa diperlemah dengan melakukan pembongkaran tersebut dengan melakukan interpretasi alternatif. Ada beberapa langkah yang ditawarkan untuk menstrukturkan pengalaman perempuan dalam dunia laki-laki, yaitu : perempuan dapat membentuk bahasanya sendiri, perempuan dapat membuat seksualitasnya sendiri, dan ada usaha untuk menyimpulkan dirinya sendiri (Undo diskursus phallosentris).

Teori feminis dengan ide-ide dan kandungan post modernisme telah tumbuh sejak 1990-an namun oleh feminsme post modernisme dipakai hanya sebatas sebagai teori masyarakat, bukannya pendekatan epistemologi atau fenomenologi dengan analisis mereka. Karena postmodernisme tidak menawarkan jawaban untuk jawaban untuk pertanyaan fundamental “Dan apa peran perempuan?” Sebaliknya, post modernisme akan merespon dengan pertanyaan balik, “Bagaimana Anda menyusun konsep kategori atau konsep perempuan?”. Jadi dapat dikatakan bahwa post modernisme adalah penting untuk teori feminis terutama sebagai “epistemologi oposisional” yaitu sebuah strategi untuk menanyakan klain kebenaran atau pengetahuan yang didahului oleh satu teori tertentu.

Teori post modernisme dimulai dengan observasi bahwa kita yang hidup di dunia abad 21 tidak lagi hidup di dunia modernitas tetapi kondisi “post modernitas”. Dunia post modernisme ini dihasilkan oleh interplay dari empat perubahan utama: tahap ekspansif yang agresif dalam kapitalisme global; melemahnya kekuasaan negara yang terpusat (yang ditandai dengan ambruknya sistem imperalial lama, perpecahan blok komunis, dan bangkitnya politik etnis di dalam negara-bangsa) pemolaan hidup oleh teknologi yang semakin penetratif dan kuat yang mengontrol produksi dan mempromosikan konsumerisme dan perkembangan gerakan sosial liberasionis yang didasarkan bukan pada kelas tetapi bentuk lain dari identitas-nasionalisme, ras, jender, orientasi seksual, dan enviromentalisme.

Gerakan liberasionis mungkin gerakan terpenting dari perkembangan yang menghasilkan tantangan post-modern terhadap epistemologi dan teori modernis. Feminisme dan post modernisme sma-sama mengangkat persoalan tentang pengetahuan milik siapa atau defenisi apa yang akan dijelaskan dan sampai tahap tertentu, keduanya turut melakukakan decentering dan dekonstruksi.

Realita sosial postmodernisme di Indonesia
Teori kekuasaan post-modernisme di Indonesia (selanjutnya disebut posmo) banyak menggunakan pendekatan Foucoldian. Misalnya dalam melakukan kritik developmentalism. Kekuasan menurut foucault  tidak berada pada tempat yang sempit, baginya kekuasaan bukan hanya kekuasaan negara, tetapi kekuasaan yang menjamin ”normalitas, ”regulalitas”, ”familiaritas”. Negara memang penting, namun kekuasaan untuk menjamin normalitas adalah lebih sekedar dari kekuasaan negara. Negara tidak mencakup semua kekuasaan yang aktual. Negara, bisa beroperasi secara efektif berdasarkan relasi kekuasaan yang sudah ada, seperti dalam hubungan gender, keluarga, teknologi bahkan tubuh dan seksualitas. 
Atas dasar itulah maka melihat lebih jauh bangunan postmodernis dalam kehidupan sehari-hari.  Kami sangat percaya bahwa gerakan post modernisme yang berada di luar struktur dan pada titik tertentu merupakan perlawanan dari sistem yang ada akan memiliki pengaruh pada tindakan-tindakan negara yang dibangun secara struktural. Gerakan ini lebih banyak bersifat reaksi daripada aksi riil yang berasal dari kesadaran untuk membuat bangunan keuasaan baru yang secara sistematis banyak dilakukan oleh kelompok strukturalist.
Beberapa temuan bisa dikategorisasikan sebagai berikut:
1.      Posmo melalui slogan yang bersifat simbolis
Slogan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan untuk penyebarluasan wacana. Beragam media digunakan untuk proses itu. Semuanya berada pada proses penundukan tindakan / perilaku para pihak yang dituju. Namun penundukan kepatuhan ini seringkali dilawan baik dengan sadar maupun tidak.
Larangan buang sampah sembarangan dilawan dengan tidak sekedar buang sampah ditempat yang diberi larangan tetapi membuat gerakan membawa sampah kemana-mana. Kelompok vespa gembel mewakili gerakan ini dengan membawa sampah kemana-mana melalui modifikasi vespanya. Dengan gaya classic, chasis dan chopper, serta berbagai aliran modifikasi vespa, ada yang sengaja membawa sampah dengan tujuan mengingatkan para pihak termasuk pemerintah bahwa sampah dimuka bumi sudah menumpuk.
Perlawanan atas slogan yang secara umum diamini oleh publik sebagai bagian dari proses mengatur tata kelola masyarakat termasuk dalam kategori Postmodernism Reaction
2.      Posmo di ranah domestik
Ranah domestik dalam masyarakat patriarkhal menjadi kuasa laki-laki untuk mere[roduksi kekuasaannya. Disinilah kelompok feminist yang menjadi akar dari posmodernisme beranggapan bahwa kuasa itu sangat mungkin untuk dibalik. Melalui strategi kelompok lemah dan termarginalkan dalam melakukan rekasi atas ketertindasannya maka salah satu kekuatan dalam keluarga yang paling mungkin untuk dipengaruhi adalah ‘sajian makanan’.
Penyediaan makan keluarga yang selama ini banyak dilakukan oleh perempuan bisa menjadi alat kekuasaan baru di wilayah domestik untuk mendominasi kekuasaan. Kuasa sambal menjadi contoh paling konkret dari Postmodernism Reaction atas penindasan terhadap perempuan di wilayah domestik. Inilah bagian dari senjata perempuan di wilayah domestik.
3.      Posmo di ranah domestik untuk mempengauhi keputusan publik
a.       PEKKA
Perceraian dalam sebuah rumah tangga awalnya menjadi domain privat, akhirnya  menjadi milik publik. Perceraian  disebabkan oleh kematian, perselingkuhan, kekerasan, ditinggal suami tanpa kabar yang statusnya sangat sulit ditangkap dan dicatat oleh statistik. Banyak perempuan "tanpa nama", tetapi sejarah hidup mereka menjadi catatan yang sangat penting dalam setiap gerak dan perjuangan perempuan untuk menggapai keadilan.
Pekka yang dikerangkai dalam sebuah program juga mencoba memenuhi strategic gender needs, kebutuhan yang lebih strategis yang membutuhkan waktu panjang untuk memenuhinya. Rintisan ke arah ini dinilai cukup asertif karena para perempuan itu mulai memahami hak-haknya sebagai manusia sebagai hasil tumbuhnya kesadaran kritis dalam diri mereka.Situasi ini pula yang membuat mereka berani melakukan kesaksian dengan menuliskan pengalaman pribadinya dalam buku Sebuah Dunia Tanpa Suami. (Kompas,  16 Agustus 2005). Kesaksian ini dalam sejarah pergerakan perempuan di Amerika Latin, merupakan metode yang strategis untuk menciptakan pengertian politik mengenai identitas dan masyarakat. Gerakan ini berada dalam kategori Postmodernism ressistance
Testimoni merupakan tindakan politik karena penulisnya sadar bahwa situasi hidupnya sebenarnya diciptakan oleh pihak lain. Di situ ada tanggung jawab yang diingkari, ada struktur sosial-budaya yang menindas, dan ada kebijakan negara yang menundukkan perempuan.

b.      Aksi mogok melayani suami agar berhenti perang
Kesal karena para suami memilih mengangkat senjata, sejumlah istri di beberapa desa di Kepulauan Mindanao, Filipina, melakukan aksi mogok seks. Mereka menolak melayani suami sebelum mereka berhenti berperang. Aksi itu ternyata berhasil menghentikan aksi kekerasan selama bulan Juli di desa-desa itu. Hal itu terungkap dalam laporan UN High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang dirilis pekan ini, (CNN melaporkan, Senin 19/9/2011 dikutip Kompas, 20/9/2011)

Upaya ini merupakan Postmodernism Reaction atas kebijakan yang muncul yang mewajibkan laki-laki mengangkat senjata dalam mengatasi setiap  persoalan. Upaya yang secara strukturalist dibangun oleh penguasa ini sudah memaksa para istri memiliki  strategi ‘mogok melayani suami diatas ranjang’ sebagai salah satu tindakan yang seringkali dikategorikan privat. Gerakan ini menarik karena sesuatu yang bersifat privat dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan yang dilakukan di publik. Tindakan itu dilakukan bukan oleh orang lain tetapi oleh orang yang berada dalam ikatan dan lembaga yang bernama ‘perkawinan’. Namun relasi ini mampu ditundukkan oleh sebuah gagasan besar untuk boikot agar kondisi kedamaian tercipta dan menyelesaikan persoalan tidak dengan senjata.

Keberhasilan gerakan ini di Mindanao, Philipina, mengilhami gerakan-gerakan serupa di berbagai negara. Amerika Latin misalnya para istri menolak ‘melayani’ suami diatas rnajng apabila jalan menuju ke rumah mereka belum dalam keadaan baik.

4.      Posmo di ranah publik
a.      ‘Punk’ satire pada penguasa
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi.  Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Sebagai  bagian dari Postmodernism ressistance ‘punk’ terus menerus mengalami perkembangan. Pun dalam menafsirkan gerakan ini. Misal, saat ini punk diartikan sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka.  Citra punk dirusak dengan cara  berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

b.      Kampanye rok mini
Berawal pada kasus perkosaan dalam angkot di Jakarta. Gubernur  sebagai pihak yang seharusnya memberikan perlindungan justru menyalahkan korban yang memakai rok mini. Muncul reaksi dari sekelompok feminist yang mempertegas bahwa persoalan perkosaan bukan persoalan pakaian yang dipakai oleh korban tetapi tidak adanya keamanan dalam angkutan umum di Jakarta.

Kegeraman ini bukanlah tanpa alasan. Beberapa kasus perkosaan yang terjadi di publik bukan didasarkan atas minimnya rok yang dipakai oleh korban. Sebagai bagian dari Postmodernism Reaction maka kampanye ini menjadi bagian dari upaya untuk melindungi kelompok perempuan sebagai kelompok yang terus dipersalahkan dalam kasus ini. Adalah hak perempuan untuk menafsirkan apa yang pantas dikenakan dan kekerasan bukan bagian dari kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku.

5.      Posmo dalam masyarakat adat
Berkembang sejak tahun 1900an yang pada awalnya dipelopori oleh seorang yang bernama Soerosamin  berasal dari Desa Plosorejo Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora. Karena dalam kesehariannya masyarakat menganut ajaran Soerosamin, maka pada umumnya disebut masyarakat Samin, yaitu masyarakat yang menghendaki kehidupan yang bebas dan merdeka seluas – luasnya tidak dengan batas, merasa dirinya sebagai pahlawan, menentang pemerintah Belanda. Dalam hidupnya tidak suka memfitnah, mengganggu pihak lain atau sebaliknya mereka tidak mengenal istilah mencuri artinya mereka amat jujur.

Orang Samin hanya suka menjalankan perintah orang lain dan itupun dilaksanakan secara leterlijk ( wantah ) yaitu memegang teguh pada kata – kata yang digunakan pada saat memerintah menurut makna lahirnya kata dengan tidak menggunakan tafsiran lain. Mereka tidak suka Belanda, tetapi pada saat ini mereka menyukai pemerintah Republik Indonesia karena menurut anggapannya mereka diperintah oleh saudara sendiri. Inilah bagian dari perlawanan Postmodernism opossition.

Pada zaman itu, kata mereka, orang Samin sangat menderita. Mereka dipaksa membayar pajak. Mereka dipaksa ikut blandhongan, melakukan kerja rodi atau kerja paksa sebagai penebang dan pengangkut kayu di hutan jati. Kalau menolak, mereka akan didatangi pamong desa atau pelpulisi, polisi pemerinah Hindia Belanda. Mereka ditangkap dan disiksa. Banyak tanah pertanian mereka dirampas untuk ditanami jati.

Perlakuan kejam itu mengakibatkan mereka mengalami kekurangan pangan. Badan mereka kurus-kurus. Mereka tak punya keberanian melawan, karena tak punya semangat dan senjata. Padahal, tanah yang mereka miliki rata-rata juga tak begitu layak untuk bertani.
Dr. C.L.M. Penders menyimpulkan bahwa “Tampak jelas Gerakan Samin terutama berakar pada kekecewaan ekonomi. Kawasan tempat kebanyakan orang Samin tinggal, tanah kapur liat tak teririgasi di Bojonegoro dan Blora, demikian miskin.”
Potensi pertaniannya jauh lebih rendah ketimbang banyak daerah lain dan karena pajak yang terus dinaikkan serta usaha peningkatan kesejahteraan yang umumnya tidak dikehendaki seperti pendidikan, lumbung desa, dan bibit sapi yang didatangkan dari luar negeri, beban para petani ini kian berat. (http://saminist.wordpress.com/)

6.      Posmo fans base
Fans base dibangun kekerabatannya melalui dunia virtual. Kelompok ini punya identitas sendiri yang saling bersaing antar satu kelompok dengan kelompok lain. Mulai dari nama, kostum, warna.
Sebagai bagian dari gerakan Postmodernism affirmativ  level fans base juga beragam. Mulai dari sekedar nge-fans sampai membuat satu gerakan karitatif untuk idolanya sampai pada pembuatan beragam souvenir yang menunjukkan relasi yang akrab dan ketat antar kelompok fans. Saking mendarah daginnya fans base ini, mereka rela merogoh koceknya sampai puluhan, ratusan ribu bahkan jutaan untuk sang idola.

Kekuasaan yang dibangun berdasarkan kelompok fans ini bahkan sampai lintas negara. Misal Ever Lasting Fans  (ELF) sebagai salah satu kelompokk fans boyband Korea, menyebar di berbagai negara. Bahkan di Yogyakarta, pertemuan Elf yang harus mengeluarkan Rp 80.000,00 dihadiri oleh 200-an orang.

Transformasi gerakan posmo
Di Indonesia, banyak gerakan posmo yang bertransformasi dan menemukan satu entitas yang menjadi titik balik ddari gerakan itu. Pergulatan ide, waca dan reproduksi pengetahuan tidak selamanya membuat posmo tidak mandeg dan berhenti pada titik tertentu. Namun kadang-kadang gerakan ini memiliki titik balik karena harus dihentikan oleh struktur yang mengadopsi dan membuatnya menjadi terbelenggu oleh aturan yang ada. Gerakan ini memiliki 3 pola yang terjadi:
1.      Ada transformasi gerakan yang terus menerus direproduksi untuk mendapatkan pengakuan dan pada akhirnya pengakuan itu diperoleh sebagai bentuk kekuasaan yang dikembangkan dalam ranah strukturalist. Gerakan jilbab misalnya.

Pada tahun 80-an jilbab menjadi gerakan perlawanan kepada struktur penguasa yang membuat larangan mengenakan jilbab di institusi pemerintah termasuk sekolah umum. Larangan inilah yang kemudian memunculkan reaksi dengan mengadakan lautan jilbab dan banyak pihak yang ramai-ramai menggenakan jilbab.

Namun di era 90-an, gerakan ini menjadi gerakan identitas keagamaan tertentu yang pada akhirnya menjadi komodifikasi produk. Jilbab yang menjadi identitas agama tertentu direproduksi menjadi fashion yang memiliki gaya beragam. Peran media dan artis sangat dominan dalam mereproduksi komodifikasi jilbab untuk dilempar kepasaran dan mendatangkan keuntungan tertentu bagi produsennya.

Tahun 2000-an, atau tepatnya tahun 2005, jilbab tidak sekedar identitas agama tetapi dipaksakan oleh para penguasa untuk menjadi aturan wajib bagi siapapun. Gerakan kontra produktif ini menciderai proses yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Perda syariah yang justru mematikan keberagaman mengembalikan kepada posisi jilbab ke tiitk semula. Dalam istilah F. Budi Hardiman adalah melampaui positivisme dan modernitas.

2.      Ada pro kontra yang terus menerus terjadi sehingga pada titik tertentu tanpa penyelesaian yang berarti. Perang wacana dan media untuk mempengaruhi pendapat publik banyak terjadi dalam proses ini.
Prokontra gerakan poligami dan anti poligami yang dikembangkan oleh 2 kelompok yang sama-sama berdiri atas nama feminisme menjadi perang wacana yang menarik dan tidak ada ujung penyelesaiannya. Hasilnya adalah 2 wacana ini terus mengambang dan terus dikembangkan oleh para pengikutnya.

3.      Terjadinya titik balik pada gerakan post modernisme.
Gerakan jilbab misalnya yang awalnya adalah perlawanan (atas nama kebhinekaan) justru menjadi kontraposuktif ketika secara struktur disahkan menjadi aturan yang menjadi kekuasaan baru untuk meniadakan kebhinekaan.
Fenomena menarik adalah kemunculan klub istri taat suami menjadi titik balik gerakan anti-poligami (menikah dengan cukup 1 istri). Sebagai counter wacana tentu 2 gerakan ini akan terus menuju pada posisi equilibrium. Selain itu gerakan ini merupakan wacana yang terus dikembangkan untuk ‘justru’ menundukkan dan memperkuat posisi suami untuk ‘atas nama keadilan’ bisa memiliki istri lebih dari satu. Gerakan ini juga dikembangkan sebagai upaya untuk mengatasi persoalan pelacuran.

------


























Daftar Pustaka
      Hardiman, F. Budi., Melampaui Positivisme dan Modernitas, 2003, Kanisius, Yogyakarta.
      Jaggar, M. Alisson, Feminist Politics and Human Nature, 1998, The Harvester press, Sussex
      Riyanto Armada,  Geneologi Postmodernisme. Lecture Studying of Postmodernism, 2002, STFT, Malang.
      Ritzer George, goodman J. Douglas, Teori sosiologi modern, edisi keenam, 2004, Kencana, Jakarta
      Ritzer George, Teori Sosial Postmodern, 2003, Kreasi Wacana,Yogyakarta
      Wolf Naomi, Gegar Gender, 1997, Pustaka Semesta Press, Yogyakarta
      Shiva, Vandana dan Mies, Maria, Ecofeminism, perspektif gerakan perempuan dan lingkungan, 1993, IRE Press, Yogyakarta
      Wieringa, Saskia Eleonora, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, 1999, Garba Budaya dan Kalyanamitra, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar