Powered By Blogger

19 Januari 2012

Analisis Pembatasan BBM April 2012


I.         PENDAHULUAN         
Para pengguna bensin bersubsidi pada april 2012 harus berpindah ke bensin yang non subsidi atau bahan bakar gas. Adanya pemindahan pemakaian subsidi ke non subsidi ini dikarenakan anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak semakin meningkat sebab terjadi konsumsi yang berlebih dari para pengguna kendaraan sendiri.

Kebijakan pemerintah untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi yang akan diterapkan pada bulan April 2012 terhadap mobil plat hitam kecuali mobil angkutan umum sampai saat ini masih mengalami pro dan kontra dari berbagai pihak. Adanya rencana pemerintah saat ini untuk mengimplementasikan kebijakan ini terlebih dahulu dilakukan di daerah Jawa-Bali yaitu melarang mobil pribadi di Pulau Jawa dan Bali menggunakan premium mulai April 2012. Sebenarnya hal ini akan dilakukan pada bulan Januari 2012 tetapi melihat kondisi dinamika yang terjadi di Timur Tengah mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia tidak stabil dan hal ini akan membuat terjadinya inflasi yang berdampak bagi Indonesia. Oleh karena itu pemerintah akan melakukan hal tersebut pada bulan April 2012 dimana pemerintah mencoba menerapkan pembatasan BBM bersubsidi dengan membatasi kuota penggunaan premium.
            Pembatasan penggunaan BBM merupakan kebijakan yang penulis nilai adalah kebijakan yang bagus dalam mengatasi segala permasalahan BBM. Sebelum adanya kebijakan ini disampaikan oleh pemerintah, subsidi yang diberikan oleh pemerintah dinilai kurang untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak Masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut yang sebelumnya juga pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang dinilai berhasil dalam mengkonversi minyak tanah ke gas, dan sekarang pemerintah masyarakat yang bermobil diminta berganti bahan bakar dengan mengonsumsi Pertamax dengan harga yang lebih mahal dari Premium yang diharapkan berjalan dengan baik pula.
Melihat adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembatasan BBM, penulis akan berposisi sebagai masyarakat kelas kebawah untuk mengkaji kebijakan ini. Sebagai pihak yang setuju terhadap kebijakan ini penulis menilai bahwa adanya subsidi BBM yang dilakukan oleh pemerintah saat ini merupakan hal yang tepat sasaran sehingga dapat digunakan oleh pihak yang berhak yaitu rakyat kecil.
II PEMBATASAN BAHAN BAKAR MINYAK
            Kebijakan menurut Carl I Friedrick merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.[1]
            Ada banyak kebijakan yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi segala permasalahan masyarakat, tetapi banyak kebijakan-kebijakan tersebut yang berujung tidak jelas pelaksanaannya. Berdasarkan pengertian kebijakan publik yang dikatakan oleh Friedrick bahawa sebuah kebijakan adalah untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan maka pemerintah membuat kebijakan tersebut yang dinilai mengatasi peningkatan APBN. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengurangi APBN dan yang pro terhadap rakyat kecil adalah adanya kebijakan pembatasan BBM. Kebijakan banyak menimbulkan kontroversi disatu sisi subsidi BBM dilakukan pemerintah untuk menolong daya beli publik yang rendah tetapi disatu sisi kebijakan subsidi sering menjadi beban anggaran pemerintah. Pada pelaksanaannya merasa bahwa subsidi BBM sudah tidak sesuai dan sudah saatnya pemerintah melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak yang membebani anggaran.   
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini merupakan kebijakan yang dapat mengurangi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebanyak 24,9 Triliun pada tahun 2012 dalam hal subsidi BBM. Dimana pada tahun 2011 APBN mencapai 95,9 Triliun dan ketika kebijakan pembatasan BBM ini tidak dilakukan maka APBN yang akan dicapai sebesar 120,8 Triliun. Hal inilah yang membuat pihak pemerintah melakukan pembatasan guna menekan APBN yang selama ini semakin meningkat setiap tahunnya. Sebagai pihak masyarakat kelas menengah kebawah yang setuju terhadap kebijakan ini didasarkan dengan argumen-argumen yang menurut penulis dapat menjelaskan sikap pro terhadap sebuah kebijakan. Pembatasan BBM yang dilakukan di daeah Jawa dan Bali merupakan daerah awal yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi subsidi dengan tidak menghilangkan subsidi yang diberikan hanya saja berupa kebijakan yang mengalihkan kepada bahan bakar lain.
Kebijakan pemerintah dalam melakukan pembatasan BBM penulis menilai adalah kebijakan yang pro terhadap rakyat. Adanya subsidi Bahan Bakar Minyak yang sudah tidak tepat sasaran dimana konsumen utama tidak lagi masyrakat miskin atau kelas menengah kebawah tetapi kelas menengah yang memiliki kendaraan pribadi mewah dan mengkonsumsi BBM cukup banyak dengan mobilitas yang tinggi pula. Sehingga kebijakan pemindahan premium ke Pertamax dinilai dapat membantu masyarakat kecil sehingga tidak menyebabkan adanya krisis bahan bakar minyak yang saat ini sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Berdasarkan pendekatan model kelembagaan (institusional) bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah dan menjadi tugas pemerintah. Oleh karena itu apapun yang dibuat oleh pemerintah dan dengan cara apapun adalah sbuah kebijakan publik.[2] Melihat fenomena yang terjadi yaitu akan adanya pembatasan BBM terhadap mobil plat hitam merupakan suatu sikap pemerintah untuk melakukan apa yang telah pemerintah buat dalam hal ini adalah bersifat pemaksaan dalam kehidupan bersama. Selain itu sebenarnya sikap pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan ini cukup mengalami kendala-kendala yang menyebabkan implementasi yang lambat. Adanya kebijakan ini dapat mengurangi kemacetan yang terjadi diberbagai daerah khususnya Jawa dan Bali.
Dalam melaksanakan kebijakan ini pemerintah harus lebih berupaya meningkatkan kapasitas dan kualitas BBG (Bahan Bakar Gas) sebagai alternativ yang diajukan oleh pemerintah dikarenakan biaya yang lebih murah yaitu sekitar Rp4.100 dibandingkan BBM yang Rp4500 dan Pertamax Rp 9000. Adanya alternativ yang diberikan oleh pemerintah yaitu dengan menggunakan BBG tidak semua masyarakat mau menggunakannya ketika berpikir akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti meledaknya gas. Oleh karena itu harus ada alternatif lain untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Pada prinsipnya saya setuju terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, ketika pemerintah telah mampu untuk menyediakan transportasi sebagai alternatif yang murah dan nyaman. Bahan bakar gas yang dijakdikan sebagai alternatif yang akan digunakan harus melalui proses dan penelitian yang tidak akan berdampak buruk terhadap konsumen dikemudian hari. Penggunaan BBG ini sebenarnya sangat bagus dilakukan dan lebih ramah lingkungan selain itu ketersediaan cukup banyak didalam negeri sehingga mendukung kemandirian energi di Indonesia. Penggunaan BBG sebagai konversi dari BBM yang akan digunakan oleh mobil-mobil pribadi harus memperhatikan keselamatan pengguna alat konversi tersebut dan mensosialisasikan dan adanya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam hal tersebut kepada masyarakat yang akan menggunakan BBG tersebut.
Pertamax yang dijadikan sebagai bahan bakar minyak yang akan digunakan sebagai alihan dari Premium harus dapat di produksi secara terkelola oleh pihak yang mengelola itu, sehingga tidak menimbulkan kekurangan bahan bakar dikemudian hari. Dalam pengimplementasiaan kebijakan harus ada pihak-pihak atau sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap kebijakan tersebut. Pihak-pihak tersebut dapat diberikan arahan mengapa dilakukannya pembatasan BBM tersebut sehingga masyarakat mengerti dan menjalankan kebijakan tersebut dengan tidak ada keributan. Mengundang para pihak yang berkaitan langsung dengan isu kebijakan seperti pihak pemerintah, pertamina, perwakilan masyarakat kelas menengah atas maupun masyarakat kelas menengah kebawah sehingga dapat diatasi bersama bagaimana mengimplentasikan kebijakan tersebut.
Dampak yang dapat terjadi ketika kebijakan ini dilaksanakan memungkinkan kendaraan beroda empat tidak lagi digunakan melihat ekonomi setiap individu yang berbeda-beda. Pada saat hal ini belum terjadi maka pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus melakukan sikap dengan menyediakan transportasi pendukung seperti angkutan umum, sarana dan prasarana, baik jalan raya maupun tempat pemberhentian untuk mendukung transportasi umum. Jika dikaji lebih lagi pembatasan BBM ini harus dikontrol oleh pihak yang berwajib baik aparat kepolisian, pemerintah atau sebagainya, karena akan ada kemungkinan sesuatu hal yang buruk terjadi ketika adanya pihak dari SPBU melakukan kerjasama dengan pihak-pihak luar untuk mencari keuntungan sendiri, apabila hal tersebut terjadi maka langsung dapat ditangani. Selain itu pemerintah harus dapat mengantisipasi hal-hal yang dapat terjadi ketika akan adanya penyalahgunaan bahan bakar non subsidi.
Kebijakan mengenai pembatasan BBM ini pasti mengalami perseteruan, karena tidak semua orang-orang yang menggunakan mobil adalah orang yang memiliki penghasilan yang tinggi. Muncul pertanyaan, bagaimana dengan mobil-mobil plat hitam seperti pick up yang digunakan sebagai alat transportasi untuk pengangkutan barang dan jasa sebagai produksi. Penulis menilai untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan penggantian plat hitam menjadi plat kuning sebagai plat mobil angutan. Sehingga para pemilik usaha tidak mengalami masalah dalam produksinya dan distribusi.
Implementasi yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap pembatasan BBM tersebut pada bulan April tidak terhitung lama lagi, oleh karena itu pemerintah harus bekerja keras untuk menyiapkan segala sesuatu untuk mendukung kebijakan tersebut dilaksanakan. Apabila pelaksanaan di daerah Jawa dan Bali telah terlaksana dengan baik dan tidak mengalami kendala maka pemerintah akan menerapkannya di daerah-daerah di Indonesia (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dan Papua). Dengan terlaksananya kebijakan ini maka dapat dipastikan anggaran yang seharusnya digunakan sebagai subsidi dapat menekan APBN Indonesia. Pemerintah harus bekerjasama dengan pihak pasar untuk mengendalikan penggunaan ataupun pembelian yang dilakukan oleh masyarakat yang kelas atas.
Anggaran yang seharusnya digunakan untuk BBM dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat lainnya, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan sebagainya sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Saat ini banyak kepentingan rakyat Indonesia yang harus diperhatikan oleh pemerintah, oleh sebab itu pemerintah harus secara bertahap memperbaiki kondisi masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap masyarakat kecil. Selain itu biaya penekanan dari anggaran tersebut dapat digunakan untuk membayar hutang-hutang negara. Sebelum pemerintah mengimplementasikan kebijakan ini diharapkan pemerintah membuat kategorisasi mobil plat hitam mana yang menggunakan bahan bakar subsidi dan non subsidi, seperti yang penulis ungkapkan bahwa tidak semua masyarakat yang memiliki mobil plat hitam memiliki pendapatan yang tinggi untuk membeli bahan bakar non subsidi.
Besarnya anggaran yang dapat ditekan melalui kebijakan tersebut dapat digunakan pemerintah untuk menyiapkan transportasi umum yang nyaman, murah dan cepat. Dana tersebut juga dapat digunakan untuk membenahi segala transportasi yang telah ada sebelumnya seperti transjogja yang terdapat di Jogjakarta, maupun membenahi kereta api yang menghubungkan satu kota dengan kota lain yang ada di Jawa dan Bali. Adanya transportasi yang layak diharapkan oleh masyarakat secara otomatis akan membuat pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum. Pembatasan BBM yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi roda empat khusunya sehingga dapat mengurangi pertumbuhan polusi yang semakin besar dan membuat kota-kota besar di Indonesia saat ini tidak sehat.

.  



Daftar bacaan:
Kebijakan Publik, formulasi, implementasi dan evaluasi, Riant Nugroho, 2003, PT.Elex media Komputindo.
Public Policy, Kebijaksanaan Pemerintah, H.Soenarko,2000, Airlangga University press


[1] Riant Nugroho, Kebijakan Publik, Formulasi,Implementasi, dan Evaluasi, 2003, hal 4.
[2] Ibid, hal 109